1.6.13

Hujan Bulan Juni

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

~Sapardi Djoko Damono~



Aku mulai bulan ini dengan rintik hujan di pagi hari. Membuat aktivitas harian berjalan lambat. Slow motion. Sembari menikmati kemalasan dan dinginnya hujan pagi di bulan Juni. Cerita di awal bulan ini, mirip dengan puisi sapardi Djoko Damono di atas. Tentang ketabahan berpaut rindu, tentang kebijaksanaan untuk menghapus jejak-jejak masa lalu, tentang kearifan demi memendam sebuah harapan yang tak terucapkan.

Aku tidak punya resolusi apa-apa di bulan ini, di bulan yang lalu, pun di bulan selanjutnya. Entah sudah berpuluh bulan akuu lupa dengan aktivitas itu. Hidup tanpa resolusi bukan berarti tanpa cita, hanya saja ada aktivitas yang memang telah terkikis oleh waktu. Entahlah. Sebenarnyaku punya resolusi, namun cukup disimpan dalam hati.

Pagi ini aku ingin bercerita tentang impian masa depan dan jejak masa lalu. Mereka silih berganti memenuhi rongga hidupku. Antara optimisme melangkah, namun masih sering menoleh ke belakang. Antara takut melangkah maju dan tersendat jejak-jejak yang masih tersisa.

Selamat datang bulan Juni. Semoga hujan di pagi ini menghapus jejak masa lalu yang tersisa, dan menyuburkan benih-benih harapan untuk masa depan.