26.10.09

Ternyata Tak Sesholihah Yang Ku Kira


i read a good article from http://eramuslim.com/oase-iman/ternyata-tak-sesholihah-yang-kukira.htm

i wish we can learn from this story,.....

“Pagi yang istimewa”, sahutku. Sembari mengeluarkan motor dari garasi, aku baru saja menyadari ada yang berbeda di pagi ini. Nuansa alam yang kusuka : mendung. Itulah yang membuatku makin terbakar untuk bersemangat menuntut ilmu ke kampus. Ya, aku hanya butuh waktu tujuh menit untuk tiba dikampus. Kali ini aku tidak sedang ingin mengebut. Rasanya menikmati mendung pagi hari menjadi karunia tersendiri.

Setiba disana, aku menjalani kehidupan kampus dengan ceria. Kuliah kali ini cukup menyenangkan, setidaknya kali ini wawasanku teruji lantran beberapa kali diberi pertanyaan oleh dosen dan aku bisa menjawabnya. Meskipun tidak semua jawaban yang kuberi adalah sempurna, namun sang dosen cukup puas dengan argumen ilmiah yang kujabarkan. Hmm, menjadi wanita populer memang menyenangkan. disapa banyak kalangan, diperhatian banyak orang, dan yang pasti ini menjadi peluang agar bisa memberi lebih banyak manfaat bagi orang..

Sore menjelang petang. ” Saatnya pulang”, pikirku. Langkah kecil ini mengarah pada lapangan parkir yang terletak di sudut kampus. Masih tersisa 5 motor, motorku salah satunya. Hmm, cukup sepi ternyata. Tanpa pikir panjang, kusegerakan diri mengeluarkan kunci motor dari saku rok-ku dan mengeluarkan STNK yang nantinya akan kusodorkan pada pak satpam untuk di perikasa di ujung gerbang kampus. Namun tiba-tiba, aku mengernyitkan dahi dan tanganku tertahan.Ada amplop cantik berwarna biru muda terselip di keranjang kecil motor ”Mio” ku. Awalnya tangan ku ragu untuk mengambilnya, sampai akhirnya kuyakini amplop itu tak lain adalah untukku, walau identitas pengirim tak terbaca oleh mata jeliku.

Kucoba merobek tepi amplop itu, hingga kutemukan secarik kertas berwarna putih dengan tulisan besar memenuhi kertas ukuran F4.
Deg!
Seketika mataku terbelalak, bibirku tak bergeming, tanganku berkeringat dingin, dan ... ”Allah!” aku berteriak.

Ternyata, tak sesholihah yang kukira”.
Lututku lemas, dan tubuhku jatuh terduduk.. Aku.. aku menangis seketika itu juga membaca sepucuk surat yang hanya bertuliskan 1 kalimat itu. Tulisan tangan berwarna merah yang dibuat dengan ukuran ekstra besar.


Sepanjang perjalanan pulang dengan mengendarai motor, hampir sering aku melamun. Klakson motor dan mobil menegurku berkali-kali. Puffh, di otakku hanya ada kejaidan itu. Hanya itu. Hanya itu. Sampai akhirnya setibaku dirumah, wudhu menjadi pelarianku. Adzan magrib yang bersahut-sahutan itu makin membuatku ingin bergegas. Bergegas takbir, sujud dan salam. Sudah cukup, hatiku tak kuat lagi menahan teguran itu..

***
Aku hanya wanita yang dititipkan keindahan oleh-Nya. Pintar, kaya, cantik dan sholihah. Begitu kebanyakn penilaian orang padaku. Namun, sejak kejadian sore itu, hatiku terhenyak, seakan aku disadarkan akan suatu hal sering terlupakan.

Kupikir aku termasuk muslimah yg cukup berilmu. Tapi ternyata, seminggu sekali meluangkan waktu untuk memperdalam ilmu agama, membuatku pandai mencari-cari alasan untuk menghindar dari kajian keIslaman. Ya, kupikir aku sholihah. Tapi ternyata, aku tak sesholihah yang kukira.

Kupikir aku termasuk muslimah yang dicintai banyak orang. Tapi ternyata, tak sedikit yang sakit hanya karena lisan. Apa karena aku masih kekanak-kanakan, sehingga tak cukup dewasa menanggapi omongan orang? Ya, kupikir aku sholihah, tapi ternyata, aku tak sesholihah yang kukira.

Kupikir aku termasuk muslimah yang teguh dalam pendirian. Tapi ternyata, aku sempat terpikir untuk melepas jilbab yang telah lama kupakai. Entah mengapa, hal itu justru kejadian. Kini aku bebas bermain dengan teman-teman lelaki hingga larut malam, berfoto bersama mereka, mengupload-nya di facebook kesayangan. Hmm, bertelanjang dada dan paha menjadi keseharianku. Mungkin sekarang aku terlihat makin cantik dihadapan orang lain. Tapi entah, apakah aku terlihat cantik dihadapan penciptaku? Ya, kupikir aku sholihah, tapi ternyata, aku tak sesholihah yang kukira.

Kupikir aku termasuk muslimah yang mampu menjaga pergaulan. Tapi ternyata, aku masih saja teguh dengan statusku sbg pacar dari lelaki yang bagiku dia adalah lelaki tertampan dan baik agamanya. Dulu, tepat 3 bulan yang lalu, aku sadar Allah sempat menegurku dengan ayat ini : ”Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Surah Al-Israa’ : 32). Ya, mendekati zina! Aku.. aku mengakui itu adalah kebenaran. Tapi kini aku merasa aku menjadi wanita yang lemah tak berdaya, karena aku menyerah saat tahu bahwa aku terlanjur terpenjara oleh perasaan cinta yang tak halal. Ya, kupikir aku sholihah. Tapi ternyata, aku tak sesholihah yang kukira.

Kupikir aku termasuk muslimah yang mampu menjaga niatan dalam hati. Tapi ternyata, aku bangga menjadi wanita populer yang sering menampakkan diri di depan umum. Aku memang bukan sedang mengikuti ajang puteri indonesia yang intinya pamer kecantikan dan kepintaran. Aku juga bukan sedang mengikuti ajang miss universe yang salah satunyaa adalah pamer lekukan tubuh yg aduhaii.. tapi, hatiku gampang terkotori untuk bangga mendapatkan pujian. Hatiku mudah terprovokasi untuk riya’.. Ya, kupikir aku sholihah. Tapi ternyata, aku tak sesholihah yang kukira.

Kupikir aku termasuk muslimah yang istiqomah mengamalkan ilmu agama. Tapi ternyata, aku pernah berdua-duaan dengan seorang lelaki yang bukan mahram. Aku menyadari, ada muslimah lain yang bisa kuajak menamaniku bertemu lelaki itu, tapi entahlah.. aku segan memintanya menemaniku. Hhmm segan? Tidak. Aku hanya ingin sedikit menikmati rasanya berdua dengan seorang lelaki walau dalam tempo yang tidak lama Ya, kupikir aku sholihah. Tapi ternyata, aku tak sesholihah yang kukira.

Kupikir aku termasuk muslimah yang lembut hati dan tuturkatanya. Tapi ternyata, diusiaku yang dewasa, masih saja aku membentak orang tua. Sedikit membentak, lebih tepatnya.Aku tahu, orang tua adalah harta berharga. Aku tau lambat laun mereka akan dipanggil oleh-Nya, tapi entah mengapa.. aku tidak cukup sabar melayani nasihat mereka. Ya, kupikir aku sholihah. Tapi ternyata, aku tak sesholihah yang kukira.

Kupikir, aku termasuk muslimah yang berkontribusi banyak untuk umat. Tapi ternyata, aku menjadi muslimah yang tidak jauh beda dengan orang-orang yang sukanya menghina dan mencela jam'aah yang berjuang di jalan dakwah. aku sadar, menjadi orang yang tidak mencintai dakwah, menghambat dakwah, dan menjatuhkan citra dakwah, adalah sama halnya dengan menjadi musuh agama Allah. Ya, kupikir aku sholihah, tapi ternyata aku tak sesholihah yang kukira.


Aku hampir saja sombong dalam menilai diriku sendiri. Sampai akhirnya, Allah menegurku dengan kuasa-Nya. Aku tertipu tak lain oleh diriku sendiri. Ya, kupikir aku sholihah. Tapi ternyata, aku tak sesholihah yang kukira...


-Malang, 16 Oktober 2009-
moslemalda@yahoo.com

oleh Meralda Nindyasti








Biarkan Nurani Berbicara


Ku bersandar pada dinding hitam
Lelah menghampiri perjalanan panjang
Ku menengadah menatap langit bertabur bintang
Sunyi ini miliknya malam...

Ku lihat bara api di kejauhan jalan
Merah membara membakar jiwa
Hati yang lapar ikut terluka
Makna yang memudar ikut berteriak bergelora
Dan aku hanya tertunduk menatap tanah yang basah
Airmata perlahan jatuh tak kuasa tertahan....

Untuk apa tangis ini?
Untuk apa rehat ini?
Untuk apa api ini?
Untuk menyadarkan diri yang terlalu lama berfoya-foya...

Aku bermain api namun tak kuasa memadamkannya
Aku terbakar api dan tak mampu mengobatinya...

Dan kemudian ini salah siapa?...

Tanyakan saja pada nurani!
Biarkan ia berbicara...

Sepi Ini Milik Siapa...?


Sepi...
Sepi ini milik siapa?...
Milik hati penguasa,.
Ataukah hati rakyat jelata?...

Sepi ini milik siapa?...
Milik diri yang sendiri,.
Ataukah milik diri ketika dalam perut saat bayi?...

Sepi..
Sepi ini milik siapa ya?..
Aku terus berteriak hingga habis suara..
Aku selalu mencari cahaya..
Namun gelap dan tak terdengar suara..

Apakah sepi ini milik aku sendiri?..
Tanpa teman memeluk diri sendiri..
Menutup mata merebahkan diri pada malam..
Membangunkan diri ditemani kelam..

Sepi ini milik siapa?
Milik penghuni bumi..
Milik penghuni rumah..
Milik penghuni sebidang tanah..

Sudah siapkah kita menghadapi sepi?...
Sendiri...
Seperti sebelum berada di atas bumi...


22.10.09

Memahami Makna Bahagia


Pernahkah anda merasa bahagia??..
Pada saat kapan anda merasa bahagia??..
Karena apa anda bahagia??..

Hmmm,… coba sekarang pejamkan mata sejenak dan pikirkan lima hal yang sudah atau akan membuat anda bahagia.

Saya mempunyai contoh ilustrasi mengenai kebahagiaan. Di suatu mata kuliah semester empat, saya mulai berandai-andai untuk bisa lulus dalam mata kuliah tersebut. karena susahny amateri yang diajarkan, jadi saya hanya berpikir untuk lulus, tak perlu nilai A ataulah B, C saja sudah bahagia. Namun suatu saat saya membuat ilustrasi kebahagiaan mengaitkan dengan mata kuliah tersebut. Jika seandainya saya menjadi satu-satunya mahasiswa di angkatan saya yang mendapat A, maka itu adalah suatu anugrah dan kebahagiaan tersendiri buat saya. Jadi, parameter kebahagiaan saya saat itu adalah “menjadi satu-satunya mahasiswa yang berhasil lulus dengan nilai A”.

Kemudian saya berpikir, apahak kebahagiaaan saya hanya dinilai dengan materi dan nilai A saja? Apakah kebahagiaaan saya dihargai dengan satu angka A pada KHS saya? Dan banyak pertanyaan-pertanyaan lainnya yang datang sehingga saya memikirkan sebuah pertanyaan, “Apakah sebenaranya makna bahagia itu?”


Ketika saya mendapati bahwa impian dan harapan saya menjadi kenyataan, maka tentu saja saya merasakan kebahagiaan itu. Namun, kadar kebahagiaan itu hanyalah sementara dan semu. Ketika selang beberapa minggu setelah kejadian tersebut, maka sedikit demi sedikit kebahagiaan itu akan luntur juga dan memudar. Karena kebahagiaan yang berlandaskan materi hanyalah akan menjadi kebahagiaan yang semu yang sifatnya hanya sementara.

Lantas, adakah yang dinamakan kebahagiaan yang haqiqi? Jawabannya ada. Yakni kebahagiaan yang sifatnya abadi yang muncul dari dalam hati. Ketika suatu harapan kita tercapai, maka kita merasakan nikmat kebahagiaan dan kita bersyukur karenanya. Ketika harapan tersebut tidak sesuai dengan realitanya, maka sabar merupakan kunci kebahagiaan yang nikmatnya sungguh membuat kita merasakan kebahagiaan.

Agar merasakan kebahagiaan yang haqiqi, maka kita harus memahami makna hidup kita. Makna hidup hadir agar kita memaham dan mengetahui kebahagiaan yang bagaimana yang dapat membuat kita paham dan sadar akan fungsi dan tujuan kita hadir di dunia ini. Dunia hanyalah tempat persinggahan sementara selama kita hidup. Maka, kebahagiaan kita tidak hanya disandarkan akan kepentingan dunia, namun juga harus paham akan hakikat keberadaan dan hakikat kebahagiaan itu sendiri.

Ada empat pertanyaan yang harus di jawab agar kita mampu mengetahi makna keberadaan kita di bumi ini. Pertanyaan pertama adalah Siapakah kita? Jawabannya tentulah sangat mudah sekali. Kita adalah manusia. Manusia yang diberikan kesemprnaan oleh Allah swt dan diberi kelebihan berupa akal dan nafsu. Manusia memiliki potensi untuk menjadi lebih mulia derajatnya dibandingkan malaikat, namun bisa juga derajatnya lebih hina dibandingkan hewan.

Selanjuya adalah pertanyaan Dari mana kita diciptakan? Untuk menjawabnya, mari kita membuka kitab suci kita Al Qur’an surah Ath Thaariq ayat 5-7. Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. Selain itu, dijelaskan pula roses penciptaan manusia dalam Qur’an surah Al Mu’minun ayat 12-14. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.

Mari kita renungkan bersama, bahwa sesungguhnya kita dahulu diciptakan dari air yang dipancarkan (air mani) dan kemudian dari air mani tersebut menjadi segumpal darah, dan seterusnya hinggu dalam proses penciptaan tersebut jadilah kita sebagai seorang manusia, yang diberi potensi akal untuk kita berpikir agar mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Dari merenungi proses penciptaan tersebut, kita mampu menyadari bahwa manusia diciptakan dari proses penciptaan yang sangat luar biasa dahsyatnya, dan ada Allah Sang Maha Pencipta yang telah memilih kita dan menciptakan kita dengan sebaik-baik penciptaan.

Pertanyaan selanjutnya adalah Untuk apa kita diciptakan? Pertanyaan yang mengandung misi, fungsi dan peran kita dalam menjalani kehidupan ini. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Qur’an surah Adz Dzaariyat ayat 56 inilah kunci kita dalam menjalani hidup ini, bahwa sesungguhnya kita diciptakan di muka bumi ini adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT. Pengabdian yang seperti apa? Beribadah, menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya, kerena ibadah tidak hanya ritual shalat, puasa saja, namun banyak aspek kehidupan kita yang merupakan ibadah jika niatan kita adalah untuk menggapai ridho Allah SWT. Sudahkah kita melaksanakan tugas penciptaan ini?

Dan pertanyaan terakhir adalah Mau kemana kita setelah menginggal nanti? Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah." Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? [Q.S. An Nisaa:78]. Bahwa kita setelah mengalami proses kehidupan di dunia ini semuanya akan meninggal. Kita tidak mengetahui sampai kapan kita erada di muka bumi ini, dan kita juga tidak tahu bagaimana kondisi kita saat menemui kematian, apakah khusnul khotimah ataukah su’ul khotimah. Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan. [Q.S. Al Munaafiquun:11] Dan jawaban atas pertanyaan ini adalah dua, Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya. [Q.S. Al Baqarah:25]. (Dikatakan kepada mereka): "Ini adalah suatu rombongan (pengikut-pengikutmu) yang masuk berdesak-desak bersama kamu (ke neraka)." (Berkata pemimpin-pemimpin mereka yang durhaka): "Tiadalah ucapan selamat datang kepada mereka karena sesungguhnya mereka akan masuk neraka." [Q.S. Shaad:59]

Kita telah diberi kesempatan yang sebaik-baiknya oleh Allah SWT untuk merasakan kehidupan di dunia. Kita juga telah diberi akal untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. [Q.S. Asy Syaams:8]

Dari keempat pertanyaan tersebut, sudahkah kita mampu untuk menjawabnya dengan benar? Apabila kita telah mengetahui hakikat keberadaam kita di dunia ini maka beruntunglah kita telah termasuk dalam golongan yang orang yang telah mengetahui fungsi dan peran kita di mua bumi ini.

Nah sekarang, apa kaitannya dengan kebahagiaan dan makna hidup? Kaitannya sungguhlah sangat erat sekali. Ketika kita paham dan sadar akan arti keberadaan kita di dunia, maka kebahagiaanlah bagi kita dalam proses pencarian makna hidup dan dalam proses menjalaninya. Ketika kita punya keinginan, maka kita akan bahagia karena kita yakin bahwa kebahagian yang kita cari di dunia ini adalah salah satu jalan untuk mencapai kebahagiaan haqiqi. Ketika keinginan tersebut tecapai, maka kebahagiaan yang kita rasaan merupakan wujud syukur karena kita telah diberi kesempatan oleh Allah untuk merasakan nikmat yang telah kita inginkan. Dan ketika keinginan kita tersebut tidak tercapai, maka kita akan merasakan indahnya sabar dan tawakal kepada Allah sebgai pengharapan bahwa sesungguhnya dengan belum tercapainya keinginan kita tersebut ada hikmah yang besar yang telah diciptakan Allah untuk kita.

So, tunggu apa lagi, mari kita bersama-sama mencari dan menemukan makna kebahagiaaan dalam kehidupan kita.


21.10.09

Pertentangan Dua Hati part 2



Matahari sore itu bersinar kemerah-merahan. Senja menjelang, namun lalu-lalang berbagai macam kendaraan membuat ramai taman kecil di tengah kota itu. Kendaraan orang-orang yang baru pulang dari rutinitas pekerjaan di kantor maupun aktivitas segelintir orang lainnya yang baru akan memulai mencari nafkah di kala hari gelap. Beberapa kali terlihat penjual nasi goreng yang baru akan memulai dagangannya, tukang sate, dan masih banyak lagi yang menyambung hidupnya berjualan di taman ini.

Dua orang gadis sedang duduk di sebuah kursi panjang di bawah pohon beringin. Beberapa kali daun kering berwarna cokelat tua yang berasal dari pohon besar itu jatuh di atas jilbab mereka, namun mereka tidak menyadarinya. Jangankan itu, aktivitas hiruk pikuk manusia di tengah kota itu pun luput dari perhatian mereka. Dua pasang mata sedang menerawang ke arah yang berbeda. Entah apa yang ada dalam benak kedua wanita muda tersebut, namun wajah keduanya sedang mendung.

“Sejak kapan?” tannya gadis berjilbab lebar berwana biru langit itu tanpa menatap ke arah lawan bicaranya.

Sementara gadis di sebelahnya yang mengenakan gamis cokelat muda tertunduk lesu memainkan ujung jilbab putihnya.

“Baru sebulan.” Jawabnya datar dan pelan. Ada rasa penyesalan dalam kata-kata yang terucap dari bibirnya.

“Maaf.” Sambungnya lagi, lebih pelan dari sebelumnya.


“Kok bisa?” suara dari lawan bicaranya semakin meninggi dan tatapannya mengarah pada gadis berjilbab putih yang masih tertunduk lesu. “Lantas, apa artinya nasehat-nasehat yang selama ini kamu kasih ke aku Nit?”

Nita menoleh ke samping, sorotan matanya tepat bertemu dengan pandangan sahabatnya. Aci terdiam. Kata-kata yang hendak diucapkannya tertahan di langit-langit tenggorokan. Ia tidak pernah melihat mata itu merah dan sembab oleh airmata yang tertahankan. Ia tidak pernah melihat Nita menangis dan mengeluarkan airmata sebelumnya. Nita yang begitu tegar tidak pernah takluk oleh perasaan ataupun penderitaan. Tapi kini, wajah itu begitu sayu, dan pandangan mata itu beku.

“Please Nita jangan siksa aku dengan wajahmu seperti itu.” Aci tertuduk dan menutup seluruh wajahnya denagn ujung jilbab birunya.

Aci yang melankolis mengeluarkan sebagian ekspresinya denagn airmata. Sementara Nita sebaliknya, selalu saja mengcover semua permasalahan dengan senyum dan tawa. Tak ada yang tahu ekspresi hatinya, bahkan Aci sendiripun kurang peka untuk mendengarkan cerita sahabatnya sendiri.

Nita mengulurkan pelukan hangat pada orang yang disayangnya itu. Nita membisikkan sesuatu pada telinga Aci. “Bukankah aku sudah berjanji untuk membantumu menyelesaikan permasalahan ini? Dan aku tidak mau mengkhianati kepercayaanmu Aci.”

“Tapi kamu menyiksa dirimu sendiri Nita!”

“Aku ngga apa-apa Ci.”

“Ngga mungkin ngga apa-apa kalau kita ternyata punya perasaan pada orang yang sama!” Aci melepaskan tangan Nita dan kemudian menatapnya dengan berurai airmata.

Sesaat mereka sama-sama terdiam. Hingga sehelai daun kering jatuh pun tak mereka sadari.

“Aci, kamu tahu kenapa waktu itu aku bilang kalau perasaan yang kita rasakan sama si Ikhwan X itu wajar? Ini fitrah Ci, ketertarikan itu pasti akan muncul tanpa disadari. Menjadi tidak wajar ketika kita tidak bisa mengatur perasaan itu pada koridornya. Koridor apa yang harus kita tempakan disini? Tentu saja koridor syariat. Islam tidak membunuh perasaan itu, namun tidak juga membiarkannya berkeliaran dalam benak kita. Kau tahu bagaimana harus memanagenya ukhti.”

“Tapi,……… Tapi ngga adil buatmu Nita. Di satu sisi, kamu harus melawan perasaan itu dan saat itu juga aku datang menambah beban dalam ujianmu. Sebulan lamanya Nita….” Kembali tangis menghiasi perkataan Aci.

“Aku ngga apa-apa Aci. Buktinya sekarang aku masih bisa tersenyum.”

“Aku egois ya, selalu minta didengar dan dikasih solusi tapi ngga mau mendengar dan ngga peka dengan permasalahan sahabat sendiri.” Kembali Aci bersandar pada pelukan Nita.

“Kita hadapi ujian ini sama-sama ya ukhti.” Kata Nita tersenyum. Ya, masih ada senyum tersungging di bibir Nita, menutupi perasaannya yang bergemuruh di dalam dada.



*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*


Udara panas di siang ini tak menyurutkan langkahnya untuk pergi. Nita berlari sepanjang koridor kampus menuju aula pertemuan yang letaknya di lantai dua untuk mengejar keterlambatannya di acara Kajian Keislaman. Ssampainya di aula yang sudah bayak dipenuhi oelh ikhwan maupun akhwat, Nita mengambil tempat duduk di belakang, mengatur napasnya dan mengetik sms ke sahabatnya.

Alhamdulillah g jd ngajar, aq di blkang pke jilbab ijo ;)

Aci meoleh ke belakang dengan jari telunjuk dan jari tengah di rentangkan sembari mengumar senyuman. Tak lama kemudian acara pun dimulai. MC memandu acaranya dan kemudian dilanjutkan dengan pembacaan tilawah. Nita tampak sibuk sendiri dengan buku yang dibawanya, sementara acara sedang berlangsung.

“Assalamu’alaikum warhmatullahi wabarakatuh.”

Suara itu adalah suara salam biasa yang keluar dari bibir sang moderator. Namun menjadi tidak biasa bagi beberapa peserta Kajian Keislaman siang itu. Seorang ikhwan berwajah teduh yang mengenakan baju koko berwarna hijau muda terlihat santun mengatur jalannya kajian, mempersilahakan pemateri yang merupakan ustadz terkenal di area kampus itu untuk membawakan materi yang bertemakan “Manajemen Qalbu”. Ada gemuruh di hati Aci. Dia hanya tertunduk tanpa mengarahkan pandangan ke depan. Sementara tangannya menari-nari di atas tutus handphone. Message sent.

Nit, aq mau plg aj rasanya! T-T

Nita tesenyum membca pesan dari sahabatbya yang sedang duduk di barisan kedua dari depan itu. Tak ada yang tahu ada badai hebat di dalam dirinya. Aku sedang berusaha memperbesar jarak dan memperkecil muatan, namun ini ada gaya yang semakin membesar. Apakah hukum Coulomb tidak berlaku disini? Seolah ada tarikan magnetik yang menarik diri ini selalu mendekat padanya ketika hasrat suda mampu aku redam. Ilahi, Kau uji aku dengan ujian ini hingga aku mampu lulus dalam menjalaninya. Berikan hamba nilali kelulusan yang memuaskan ya Rabb. Semoga aku dan sahabatku mampu lulus denagn predikat terbaik di hadapanMu. Sms balasan dikirim oleh Nita.

Back to niat ukhti ;)

Nita lebih sibuk menata hati dibandingkan sibuk mendenagrkan taushiyah ilmu dari sang Ustadz. Namun dia begitu tersindi ketika Ustadz Hasan sampai pada paragraf tertentu dari taushiyahnya yang begitu tajam terekam dalam ingatan Nita.

“Ketika kita memaknai sesuatu yang kita cintai, kita takuti, dan kita harapkan sama atau bahkan lebih dari rasa kecintaan kita, rasa takut kita dan rasa pengharapan kita kepada Allah, maka hati-hati ikhwah, bisa jadi kita sedang menyembah ilah selain Allah.”

Aci dan Nita sama-sama terdiam, bahkan mungkin masih banyak lagi yang merasakan begitu dalam makna yang disampaikan ustadz Hasan dengan tenang dan tapa kesan menggurui tersebut.

“Coba tolong akhi Fandi bacakan surat cinta Allah surah Al Baqarah ayat 165.”

Suara lantunan Al Qur’an terdengar begitu indah dan merdu yang dibacakan oleh sang moderator begitu menelusup ke dalam hati.

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”

Astaghfirullahal’adzim.


Mengukur arah mata angin yang sejati



Untuk mengukur arah mata angin, kita menggunakan alat yang bernama kompas. Namun, jarum kompas sendiri tidak selamanya akurat dalam mengukur arah mata angin, karena jarum kompas mengalami deklinasi. Jarum kompas peka terhadap gaya magnet. Deklinasi kompas selalu berubah-ubah tergantung pada posisi tempat dan waktu dan Data tentang deklinasi kompas di suatu tempat dapat menghubungi BMG.

Namun, jika inforrmasi dari BMG tidak dapat diperoleh, maka kita dapat melakukan percobaan sederhana untuk mengukur arah mata angin yang sejati dengan bantuan sinar matahari dengan cara sebagai berikut:

1. Melakukan kegiatan ini sekitar jam 11.00 waktu setempat.
2. Memilih tempat yang datar, dan terbuka (terkena cahaya matahari langsung)
3. Membuat sebuah lingkaran di tempat itu dengan diameter ± 100 cm.
4. Menancapkan sebuah tongkat kecil lurus setinggi ± 150 cm tegak lurus tepat di tengah lingkaran itu.
5. Memberi tanda titik B pada titik perpotongan antara bayangan ujung tongkat itu dengan garis lingkaran sebelah barat (ketika bayangan sinar matahari mulai masuk lingkaran). Titik B ini terjadi sebelum waktu dhuhur.
6. Memberi tanda titik T pada titik perpotongan antara bayangan ujung tongkat itu dengan garis lingkaran sebeleah timur (ketika bayangan sinar matahari keluar lingkaran). Titik ini terjadi sesudah waktu dhuhur.
7. Menghubungkan titik B dan T tersebut dengan garis lurus.
8. Titik B merupakan titik Barat dan titik T merupakan titik Timur, sehingga sudah didapatkan garis lurus yang menunjukkan arah Barat dan Timur yang sejati.
9. Membuat garis ke arah utara dan selatan tegak lurus pada garis Barat-Timur, maka garis ini menunjukkan arah Utara dan Selatan sejati.




Selamat mencoba,….



19.10.09

Tukang Ojek Bang Rafly

Aku biarkan tanganku menari di atas senar gitar. Memetik asal tanpa persaan dan tanpa jiwa. Hahaha aku tertawa dalam hati. Masih ada sisa-sisa kemampuanku dulu. Ku mainkan lagi gitar milik Dendi ini dengan sedikit bersemangat.

Lagu itu masih aku hapal meskipun sudah enam bulan ini tidak pernah aku mainkan. Tanganku juga masih lincah meskipun sudah lama ingin aku hentikan. Aku menikmati lirik lagu More Than Words yang kuncinya sedang aku mainkan saat ini.

“Syahahahaha. Sudah tobat loe Brur..! Tumben loe turun. Dah bosen ngaji di kamar ya?” Suara Dendi yang lebih pada ejekan itu mengganggu telingaku.

‘Ngga boleh?” Jawabku malas sembari terus memainkan lagu ini tanpa menghiraukannya.

“Syahahaha welcome home Safril. Ini rumah loe yang sesungguhnya.”

Tak ku hiraukan kata-kata itu aku hanya tersenyum pahit. Aku biarkan Dendi asyik dengan rokoknya yang mengepul di sampingku. Beberapa kali ia menawarkannya padaku.

“Sorry, loe kan tahu gue ngga ngerokok lagi.”

“Syahaha. Loe juga ngga ngegitar lagi kan, nih sekarang loe pegang. Kali aja loe juga pengen ngerokok lagi.”


Sejenak aku terdiam. Tak lama. Dan kemudian aku lanjutkan bermain gitar lagi. Penghuni Bangsal 15 dan kontrakan sebelah muncul meramaikan ruangan tamu rumah kontrakan. Aku lupa kalau ini malam minggu, dan aku juga lupa kalau kebiasaan Bangsal 15 -nama beken kontrakanku ini- kalau malam minggu adalah ngumpul bareng anak kontrakan seberang, main PS, main domino, catur, mengokok, main gitar, hmmm apa lagi ya? Aku hampir lupa.

Satu hal yang bisa aku pastikan, ngga ada cewek disini. Bukan karena mereka paham koridor syariat tentang hubungan lawan jenis, tapi karena mereka adalah jomblo-jomblo ngga berkualitas yang wajah mereka pun pas-pasan. Hahaha bukannya aku GR, keberadaan makhluk manis bernama perempuan yang main ke bangsal ini terhenti sejak enam bulan yang lalu, semenjak aku mengisolir diri dari komunitas bangsal 15 dan anak kontrakan sebelah.

Berkali-kali mereka menggodaku untuk sekedar menyicip rokok ataupun bergabung dengan aktivitas mereka. Aku hanya tersenyum sambil menikmati duniaku sendiri. Larut dalam alunan lagu-lagu yang dulu biasa aku mainkan. Meskipun telingaku berdimensi ke masa lalu mengenang masa-masa dulu lewat petikan lagu, namun sesekali masih terdengar celetukan mereka menganggapku asing berada di sini.

Heran? Tentu saja mereka heran. Jangankan mereka, akupun heran dengan keberadaanku disini. Terakhir aku bergabung dalam suasana party malam minggu begini sekitar empat bulan lalu, ketika aku datang untuk menceramahi mereka dengan dalil-dalil yang aku kutip dari perkataan Bang Rafly ataupun dari kajian-kajian yang sering aku dan Bang Rafly ikuti. Saat itu, ghiroh dan semangatku masih menggebu. Semangat dalam pencarian jati diri dan menyampaikan kebenaran. Tak peduli dengan bagaimana cara dan metode dakwah yang relevan denagn objek dakwahnya, semangat “katakanlah kebenaran walau terasa pahit” begitu menyinari geloraku saat itu.

Dan aku masih ingat perlakuan temanku. Ditertawakan, dilempari kulit kacang, disodorin rokok. Kemudian aku begitu marah pada mereka dan keesokan harinya berkemas ingin pindah dari bangsal 15 ini. Bangsal yang begitu punya sejarah dalam kehidupanku di rantau orang.

“Kalian sudah ngga satu visi sama Ane, mendingan Ane pindah untuk menyelamatkan akidah Ane.” Kataku sembari mengemasi barang-barang ketika mereka menatapku bengong di depan pintu kamar.

“Loe marah gara-gara kejadian tadi malam?” Dendi, setengah tidak percaya menanyakan itu padaku. “Kita bercanda Bro..!”

“Ente pikir Ane main-main?!!” Kataku sembari menatap tajam pada mereka. Tatapan menyimpan amarah yang tertahankan.

Beberapa kalimat sumpah serapah meluncur dari lisanku saat itu. Lupa akan niat dan esensi awal aku mendakwahi mereka semalam. Aku marah, bercampur amarah. Mereka hanya terdiam mendengarkan bait-bait kata pedas yang sebelumnya tak pernah muncul dari bibirku.

Satu keadaan yang membuatku mengurungkan langkah pergi dari bangsal ini adalah, air mata penyesalan dari Dendi. Belum pernah aku melihatnya sebelum itu. Bagaimana tidak, dialah yang semalam begitu getol memperolok-olokku. Meskipun aku sadar itu adalah candaan, tapi aku merasakan itu adalah penghinaan terbesar yang terjadi dalam hidupku. Nerasa dihina dan direndahkan martabatnya oleh teman sendiri.

Air mata penyesalan itu begitu tulus. Selain itu, penghuni bangsal 15 lainnya yang berjumlah tujuh orang pun menahanku dengan permintan maaf yang tulus. Mereka mengingatkanku akan perjuangan kami sebagai anak rantauan yang hidup pas-pasan dan berwajah pas-pasan dalam menjalani liku awal perkuliahan di kampus ini. Akupun terduduk, ketika satu satu mereka memelukku dengan permintaan maaf tulus mengalir. Satu sisi laki-laki terbuka pagi itu. Dendi bisa menangis karenaku.

Hari-hariku setelah itu, aku disibukkan oleh aktivitas dan komunitas baru di kampus. Bergabung dalam barisan dakwah membuatku sangat sibuk, sehingga bangsal menjadi rumah kedua setelah sekretariat LDK. Malam minggu aku disibukkan dengan ikut kjian bersama Bang Rafly, sang ketua lembaga dakwah kemahasiswaan di kampus. Aku juga ikut beliau dalam setiap kajian-kajian keislaman, menemani mengisi mentoring, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Bahkan nyaris lupa dengan komunitas bangsal 15. Mungkin juga karena aku trauma mendakwahi mereka lagi.


“Loe kenapa Sap?” Ipank tiba-tiba dudk di kursi tepat di sampingku sambil membawa sebotol minuman dingin.

“Ngga apa-apa.” Jawabku datar. Bohong.

“Biasanya malam minggu loe jalan. Bang Rafly lagi sakit?”

“Ngga tahu.”

“Kangen sama Nurul?” Tanya Ipank tiba-tiba.

Aku sedikit kaget. Heran aja kok dia bisa mengira aku ingat pada Nurul? Sudah sangat lama aku tidak pernah memikirkannya. Bahkan sudah lupa bagaimana wajahnya.

“Ngga.”

Ipank mengambil gitar dari tanganku. Memainkan lagu sekena hatinya.

“Gue lihat dari azan tadi loe belum bergerak dari sini. Sholat dulu sana, sudah telat satu jam.”

Aku tersenyum mendengar sindirannya.

“Sudah pergi-pergi sana.” Kata Ipank kemudian.

“Ente sendiri sudah shalat belum?”

Dibalas dengan tawa kencang. Dan akupun berjalan tanpa tenaga ke kamarku di lantai dua.


Aku kembali bergabung turun ke bawah. Duduk bersandar pada kursi dan menikmati canda tawa mereka.

“Sudah ah! Gue berhenti main!” Dendi berkata sembari melepaskan jepitan jemuran yang menghiasi telinganya. Ada tujuh buah, artinya Dendi sudah kalah main domino tujuh kali berturut-turut. Dihapusnya juga bedak coretan yang memenuhi wajahnya. Sembari mengelus-elus telinganya yang memerah, ia mengambil posisi duduk di sampingku.

“Sudah bosan jadi ojeknya Pak Ustadz?”

Aku tersentak mendengar kata-kata barusan.

“Mak-sud-nya?” Tanyaku tebata-bata.

“Gue mengenal loe lebih dari yang loe tahu Bro.” Jawab Dendi santai.

Benarkah? Tanyaku dalam hati. Sejauh mana Den?

“Kejadian tadi anggap aja sisi devil gue lagi kumat. Syahaha.” Tawa mengalir dari bibirnya.

Aku memejamkan mata. Terpikir kata-kata Dendi. Ya, benar Den, aku lagi futur saat ini. Terlalu lelah untuk memikiran bahwa aku tidak ada artinya selama ini. Jadi tukang ojek? Ya! Aku lebih berasa menjadi tukang ojek Bang Rafly. Enam bulan ini hanya aku habiskan untuk mengantar-menemani-menjemput. Padahal kau tahu? Aku juga ingin dihargai. Aku ingin diberi kesempatan untuk sekedar dilihat tanpa membawa-bawa nama besar Bang Rafly selaku ketua lembaga dakwah kampus.

Malam ini aku tidak datang kajian. Kalaupun aku datang, toh bukan aku yang diharapkan, bukan aku yang dicari. Biarlah mereka berjalan sendiri tanpa aku.

Entah mengapa aku sekarang kehilangan kesadaran dan akal sehatku. Bodohnya aku. Ku biarkan setan bermain-main dalam pikiranku, membiarkan ia menuruti hawa nafsuku an melenakanku.

Syahahaha. Suara tertawa khas Dendi muncul dari dalam batinku. Menertawakan kebodohanku sendiri. Anak muda, apa yang kau cari di dunia ini? Sebuah pertanyaan yang aku mengerti dan pahami jawabannya. Namun sayangnya terlalu berat untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Seperti kondisiku saat ini. Apa yang aku cari selama enam bulan ini? Pengakuandari orang lain bahwa aku adalah seorang aktivis dakwah? Jasa dan pengorbananku agar diketahui orang lain? Jabatan organisasi di dunia? Atau apa akhi?

Aku terbatuk-batuk menghirup asap rokok yang dihembuskan Dendi.

“Syahaha, paru-paru loe dah terbiasa ama udara sehat ya. Baru dekat gue semenit aja udah sesak napas.” Dendi berkata dilanjukan dengan tertawa lepas dan tiba-tiba berhenti.

“Tobat kaya loe susah gak sih?” Tanya Dendi tiba-tiba dengan suara pelan.

Aku membuka mata, menatap matanya dalam.

“Serius?” Aku bertanya menekan.

Dandi terdiam. Sedetik kemudian suara tawanya yang khas menggelegar, mengagetkan anak-anak lain yang asyik bermain melantai di depan televisi beberapa meter dari kami. Aku melihat binar kesungguhan dari matanya. Ente bertanya di waktu yang ngga tepat bro. Sorry, ane lagi futur.

Terdengar suara salam berbunyi. Aku dan beberapa orang menoleh ke arah pintu depan yang terbuka. Aku terkejut dan segera bangkit membalas salam. Tamu yang datang berjumlah enam orang. Teman-teman lain pun sama terkejutnya denganku dan segera menghentikan aktivitas mereka.

“Antum sakit Bang? Teman-teman pada khawatir antum ngga datang kajian malam ini. Makanya kita berniat menjenguk malam ini juga.” Kata Budi, adik tingkatku yang juga sama-sama ikut kajian malam ahad.

Aku bingung menjawabnya. Sakit? Secara fisik memang tidak, tapi hatiku iya. Aku hanya tersenyum dan mempersilahkan mereka duduk. Anal-anak lain pun salah tingkah dengan kedatangan tamu yang tak di sangka-sangka ini. Beberapa yang terlihat bingung langsung ngeloyor masuk ke dapur.

“Tadi teman-teman hubungi ponsel antum beberapa kali tapi ngga diangkat.” Suara berwibawa Bang Rafly keluar juga. Sorot mata teduh dari beliau menatapku. Aku tertunduk lesu. “Tapi alhamdulillah sepertinya ngga apa-apa.” Sambungnya kemudian. Sepertinya beliau bisa membaca pikiranku.

Tak lama, Ihsal dan Ipank keluar membawa nampan berisi the hangat dan kacang kulit yang biasa menemani mereka begadang. Lumayan bisa mengusir kecanggunganku sedikit meskipun setelah mempersilahkan, mereka berdua dan anak-anak lainnya hilang dari peredaran. Mungkin saja mereka sedang bersembunyi di dapur meninggalkanku disni.

Aku tersenyum simpul mendengar cerita mereka mengulas kajian tadi. Aku hanya bisa menjadi penonton meskipun sesekali Bang Rafly menanyakan pendapatku yang aku jawab singkat.

Anak-anak keluar beserta piring yang berisi nasi goreng dan telur dadar. Aku tidak menyangka ternyata mereka menyuguhkan hidangan makan malam untuk kami.

“Wah subhanallah, kebetulan lagi lapar.” Kata Mukhlis.

“Rezeki silaturahmi ini namanya. Makasih banyak lho ya.” Sambung Refandi.

“Alhamdulillah. Enak lho. Siapa yang masak?” Tanya Bang Rafly.

“Dendi Bang.” Jawab Ihsal.

“Ya kita-kita cuma bisa ngasih ini Bang.” Jawab Dendi. “Maklum, saya masih banyak dosa jadi ngga bisa kasih manfaat banyak ama orang-orang.”

Aku hanya mampu terdiam ketika Bang Rafly tersenyum menghentikan makannya sebentar, sambil menepuk pundak Dendi yang tepat duduk di sampingnya.

“Loh jangan salah. Orang menyingkirkan duri dari jalanan saja sudah berpahala. Coba bayangkan kalau yang melewati jalanan itu adalah seorang guru yang hendak mengajar atau sesrorang yang hendak menyebarkan kebaikan. Berapa banyak kebaikan orang itu?”

Aku tertunduk semakin lesu. Tersindir? Ya tentu saja aku tersindir. Aku merasa ditegur oleh Allah melalui teman-temanku. Betapa tidak, saat aku tadi berprasangka yang tidak baik pada penghuni bangsal ini yang meninggalkanku sendiri, ternyata mereka sedang melakuakn kebaikan yang sungguh tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya.

“Apalagi kalian sekarang. Subhanallah, berapa kebaikan yang sudah kalian lakukan.” Kembali Bang Rafly sibuk dengan piringnya. “Dan yang penting, niat kita bukan karena pengen dipuji, tapi memang tulus memberi. Hmmm tapi kalo ini memang benar-benar mantap nasi gorengnya.”

“Boleh nih Bang ajari kita resepnya.” Kata Mukhlis pada Dendi.

Aku masih terdiam dengan senyuman yang dipaksakan melihat teman-teman sudah mulai akrab dengan komunitas lain dalam hidupku. Keakraban yang sangat sulit aku ciptakan dalam bulan-bulan terakhir ini.

Hingga kunjungan malam ini berakhir, aku masih terdiam.memikirkan segala yang terjadi hari ini. Memikirkan perkataan Bang Rafly tadi. Dan yang penting, niat kita bukan karena pengen dipuji, tapi memang tulus memberi. Niat. Setiap Amal Tergantung Niatnya. Diterima atau tidaknya dan sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya. Demikian juga setiap orang berhak mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya dalam beramal.

Aku mendapat sms dari Bang Rafly yang dari isinya membuatku tersentuh.

Untuk membuat sebuah rumah, tidak akan bisa jika semuanya ingin menjadi bata. Banyak peran yang harus kita isi. Dan ingat, segala perbuatan kita tergantung dari iat. Keep hamasah akhi, be yourself. Jadi baik itu baik, tapi jadi pribadi lebih baik itu yang lebih baik. Afwan. Selama ini sudah merepotkan dan membebani antum.



18.10.09

Perhitungan Arah Kiblat


Ketika sedang melaksanakan perintah shalat, pernahkah kita terbayang bahwa seluruh penjuru dunia menghadap ke arah yang sama setiap saat dan setiap waktu ke arah yang sama yakni kiblat? Pernahkah terpikir dalam benak kita bagaimana caranya mengetahui atau mengukur apakah jika kita sedang shalat maka apabila ditarik garis lurus dari arah shalat kita, maka akan menghadap ke Mekkah?

Sebenarnya ada perhitungan yang cukup mudah untuk mengetahui hal tersebut. Pada mata kuliah Bumi dan Antariksa pada semester tiga, dosen kami Pak Riskan Qadar menjelaskan bagaimana cara mengukur arah kiblat.

Ka’bah merupakan kiblat bagi orang-orang yang akan melaksanakan sholat di dalam masjidil haram. Masjidil haram merupakan kiblat bagi orang yang sholat di Makkah dan sekitarnya. Kota Makkah merupakan kiblat bagi orang yang melaksnakan sholat jauh dari kota Makkah

Bila dalam keadaan bingung sehingga tidak mengetahui arah kiblat, cukup menghadap kemana saja yang diyakini bahwa arah yang demikian itu adalah arah kiblat

Apakah kita ingin menjadi orang yang bingung selamanya???

Dalil syar’I
Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.(Al-Baqarah 149)

Dan dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk (Al-Baqarah 150)



Untuk perhitungan arah kiblat, ada 3 buah titik yang diperlukan:
1. Titik A, terletak di Ka’bah (φ = +21° 25’ LU dan l = 39° 50’ BT)
2. Titik B, terletak di lokasi yang akan dihitung arah kiblatnya.
3. Titik C, terletak di titik kutub utara.
a = sisi BC, c = sisi AB
b = sisi AC



a = 90° - φB
b = 90° – 21° 25’ = 68° 35’
c = adalah l antara bujur Ka’bah dan bujur
kota B
Jika λ = 0°0’ s/d 39° 50’ BT; c = 39°50’ -l
Jika λ = 39° 50’ s/d 180° 0’BT; c = l -39°50’
Jika λ = 0°0’’ s/d 140° 10’ BB; c = l +39°50’
Jika λ = 140°10’ s/d 180° 0’BB; c = 320°10’-l


Atau dapat dicari dengan menggunakan rumus lain



nah sekarang yang harus dilakukan adalah mencari kompas dan membuktikan apakah arah kiblat di masjid ataupun di rumahmu sudah benar?,.. Silahkan mencoba,….


Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Q.S. Al Mujaadilah:11]






16.10.09

Pertentangan Dua Hati


“Jadi solusinya gimana?”

Sampai pada kalimat ini, aktivitas Nita terhenti. Diteguknya kopi susu yang sudah tak hangat lagi dan kemudian ditatapnya penuh sabar bagaikan seorang psikiater yang sedang menghadapi kliennya. Nita mengeluarkan senyum sebelum melontarkan kata-kata.

“Hmm, masalahnya wajar kok, jadi harus dikasih solusi yang wajar juga.” Kata Nita kemudian.

“Wajar kah Nit? Menurutku ini sudah ngga wajar…….”

Nita kembali tersenyum.

“Ya sudah kalau menurutmu ini ngga wajar. Trus kamu maunya apa Ci? Aku mau bantu tapi kamu juga harus tahu ending dari permasalahanmu ini akan dibawa kemana. Ingat lho Ci, masalah ini kamu sendiri yang bisa selesaikan. Aku hanya bisa memberi saran.”

Segelas teh hangat menemani curahan hati Aci kepada Nita sahabatnya sejak sekolah dulu. sesekali pembicaraan terhenti oleh isak tangisan. Masalah klasik tentang cinta, selalu saja terjadi di sekeliling kita entah disadai ataupun tidak.

“Haha Aci, Aci.”

“Jangan gitu lah kau Nit. Aku bingung ini.” Kata Aci dengan wajah putihnya yang bersemu merah jambu.

“Kenapa Ci, ada yang salah dengan kata-kataku? Aku jujur itu. Masalah ini wajar lho Ci, semua orang juga mengalaminya. Tapi menjadi ngga wajar ketika kamu membiarkannya berlarut-larut padahal kamu tahu itu ngga baik buat dirimu.”

“Jadi gimana solusinya?”

“Sudah selsai ceitanya?” Tanya Nita tapa menjawab pertanyaan sebelumnya.

“Nitaaaa…!!” Aci mulai gemes dengan sahabatnya itu.

“Hehehe iya iya sudah nih bercandanya. Oke. Kesimpulannya, kamu itu sekarang lebih butuh di dengar daripada diceramahin iya ngga?”

Aci mengangguk mantap. “Iya Nit. Dan jujur, aku takut banget sebelum cerita ini ke kamu, kamu bakal ceramahin aku, menjudge kalau aku ini salah itu salah dan…. Dan ketakutan-ketakutanku lainnya.”

“Aku tahu kok betapa sakitnya dijudge orang lain Ci, makanya aku ngga melakukan itu sama kamu sekarang. Aku mendegarkan karena kamu butuh di dengar. Aku juga tahu kalau sebenarnya kamu sudah tahu solusi dari masalah ini kan?”

Lagi-lagi Aci mngangguk pelan.

“Sekarang yang harus kamu pahami, ketika kamu menceritakan masalah ini ke aku, kamu juga musti sadar bahwa kamu mempoercayakan controlling dari aku. Aku punya hak untuk menegur kamu dan berkewajiban membantu permasalahanmu.”

Aci terdiam dan tertunduk lesu.

“Karena apa Ci? Karena kau sudah percaya. Kepercayaan itu mahal harganya. Dan aku harus menjaganya.” Nita menggenggam erat tangan Aci. “Dan aku, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membantumu keluar dari masalah ini.”

Ada bening di mata keduanya yang tidak mampu di artikan oleh kata. Aci memeluk erat sahabatnya itu.

“Makasih Nit.” Bisik Aci di telinga Nita yang samar terdengar oleh Nita karena beradu dengan isak tangis keduanya.

“Kalau ada yang tahu masalah ini dan menjugde, didengarkan aja ya Ci. Itu artinya mereka sedang menyampaikan rasa cinta mereka ke kamu, meskipun kadang terdengar pahit.”

“Hehe iya Nita. Udah ah, kok kita jadi lebay gini sih? Mana nih Aci ama Nita yang sok ceria?”

Keduanya tertawa.

Rasa haru bergemuruh di dalam batin Nita. Bening itu mengalir mengantarkan kepulangan Aci dari rumahnya. Bening yang sejak tadi tertahan.



Alhamdulillah masih dapat di percaya menampung cerita orang lain tentang hati dan perasaan. Dan cerita tentang perasaanku sendiri, siapakah yang akan mendengarkan?


*Smd151009*

Terkadang kita lebih banyak butuh di dengar. Maka dengarkanlah keluh kesah orang lain. Solusi akan mengalir sebagai kata-kata cinta yang indah bukan seperti kata-kata perintah, padahal maksud dan tujuan keduanya sama :)


coretanisengdotcom %peace%



15.10.09

Cara Praktis Menghafal Al-Qur'an

Segala puji Bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad r. Dalam tulisan ini akan kami kemukakan cara termudah untuk menghafalkan al quran. Keistimewaan teori ini adalah kuatnya hafalan yang akan diperoleh seseorang disertai cepatnya waktu yang ditempuh untuk mengkhatamkan al-Quran. Teori ini sangat mudah untuk di praktekan dan insya Allah akan sangat membantu bagi siapa saja yang ingin menghafalnya. Disini akan kami bawakan contoh praktis dalam mempraktekannya:

Misalnya saja jika anda ingin menghafalkan surat an-nisa, maka anda bisa mengikuti teori berikut ini:

1- Bacalah ayat pertama 20 kali:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا {1}

2- Bacalah ayat kedua 20 kali:

وَءَاتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلاَتَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلاَتَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا {2}


3- Bacalah ayat ketiga 20 kali:

وَإِنْ خِفْتُمْ أّلاَّتُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانكِحُوا مَاطَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّتَعُولُوا {3}

4- Bacalah ayat keempat 20 kali:

وَءَاتُوا النِّسَآءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفَسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا {4}

5- Kemudian membaca 4 ayat diatas dari awal hingga akhir menggabungkannya sebanyak 20 kali.

6- Bacalah ayat kelima 20 kali:

وَلاَتُؤْتُوا السُّفَهَآءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا {5}

7- Bacalah ayat keenam 20 kali:

وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَابَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلاَتَأْكُلُوهَآ إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَن يَكْبَرُوا وَمَن كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَن كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهَدُوا عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللهِ حَسِيبًا {6}

8- Bacalah ayat ketujuh 20 kali:

لِّلرِّجَالِ نَصِيبُُ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبُُ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا {7}

9- Bacalah ayat kedelapan 20 kali:

وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُوْلُوا الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ فَارْزُقُوهُم مِّنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا {8}

10- Kemudian membaca ayat ke 5 hingga ayat ke 8 untuk menggabungkannya sebanyak 20 kali.

11- Bacalah ayat ke 1 hingga ayat ke 8 sebanyak 20 kali untuk memantapkan hafalannya.

Demikian seterusnya hingga selesai seluruh al Quran, dan jangan sampai menghafal dalam sehari lebih dari seperdelapan juz, agar tidak berat bagi anda untuk mengulang dan menjaganya.

- BAGAIMANA CARA MENAMBAH HAFALAN PADA HARI BERIKUTNYA?

Jika anda ingin menambah hafalan baru pada hari berikutnya, maka sebelum menambah dengan hafalan baru, maka anda harus membaca hafalan lama dari ayat pertama hingga terakhir sebanyak 20 kali juga hal ini supaya hafalan tersebut kokoh dan kuat dalam ingatan anda, kemudian anda memulai hafalan baru dengan cara yang sama seperti yang anda lakukan ketika menghafal ayat-ayat sebelumnya.

- BAGIMANA CARA MENGGABUNG ANTARA MENGULANG (MURAJA'AH) DAN MENAMBAH HAFALAN BARU?

Jangan sekali-kali anda menambah hafalan tanpa mengulang hafalan yang sudah ada sebelumya, karena jika anda menghafal al quran terus-menerus tanpa mengulangnya terlebih dahulu hingga bisa menyelesaikan semua al quran, kemudian anda ingin mengulangnya dari awal niscaya hal itu akan terasa berat sekali, karena secara tidak disadari anda akan banyak kehilangan hafalan yang pernah dihafal dan seolah-olah menghafal dari nol, oleh karena itu cara yang paling baik dalam meghafal al quran adalah dengan mengumpulkan antara murajaah (mengulang) dan menambah hafalan baru.

Anda bisa membagi seluruh mushaf menjadi tiga bagian, setiap 10 juz menjadi satu bagian, jika anda dalam sehari menghafal satu halaman maka ulangilah dalam sehari empat halaman yang telah dihafal sebelumnya hingga anda dapat menyelesaikan sepuluh juz, jika anda telah menyelesaikan sepuluh juz maka berhentilah selama satu bulan penuh untuk mengulang yang telah dihafal dengan cara setiap hari anda mengulang sebanyak delapan halaman.

Setelah satu bulan anda mengulang hafalan, anda mulai kembali dengan menghafal hafalan baru sebanyak satu atau dua lembar tergantung kemampuan, dan mengulang setiap harinya 8 halaman sehingga anda bisa menyelesaikan 20 juz, jika anda telah menghafal 20 juz maka berhentilah menghafal selama 2 bulan untuk mengulang, setiap hari anda harus mengulang 8 halaman, jika sudah mengulang selama dua bulan, maka mulailah enghafal kembali setiap harinya satu atau dua halaman tergantung kemampuan dan setiap harinya mengulang apa yang telah dihafal sebanyak 8 lembar, hingga anda bisa menyelesaikan seluruh al-qur an.

Jika anda telah menyelesaikan 30 juz, ulangilah 10 juz pertama secara tersendiri selama satu bulan setiap harinya setengah juz, kemudian pindahlah ke 10 juz berikutnya juga setiap harinya diulang setengah juz ditambah 8 halaman dari sepuluh juz pertama, kemudian pindahlah untuk mengulang sepuluh juz terakhir dengan cara yang hampir sama, yaitu setiapharinya mengulang setengah juz ditambah 8 halaman dari 10 juz pertama dan 8 halaman dari 10 juz kedua.

- BAGAIMANA CARA MENGULANG AL-QURAN (30 JUZ) SETELAH MENYELESAIKAN MURAJAAH DIATAS?

Mulailah mengulang al-qur an secara keseluruhan dengan cara setiap harinya mengulang 2 juz, dengan mengulangnya 3 kali dalam sehari, dengan demikian maka anda akan bisa mengkhatamkan al-Quran setiap dua minggu sekali.

Dengan cara ini maka dalam jangka satu tahun insya Allah anda telah mutqin (kokoh) dalam menghafal al qur an, dan lakukanlah cara ini selama satu tahun.

- APA YANG DILAKUKAN SETELAH MENGHAFAL AL QUR AN SELAMA SATU TAHUN?

Setelah menguasai hafalan dan mengulangnya dengan itqan (mantap) selama satu tahun, jadikanlah al qur an sebagai wirid harian anda hingga akhir hayat, karena itulah yang dilakukan oleh Nabi r semasa hidupnya, beliau membagi al qur an menjadi tujuh bagian dan setiap harinya beliau mengulang setiap bagian tersebut, sehingga beliau mengkhatamkan al-quran setiap 7 hari sekali.

Aus bin Huzaifah rahimahullah; aku bertanya kepada para sahabat Rasulullah bagiamana cara mereka membagi al qur an untuk dijadikan wirid harian? Mereka menjawab: "kami kelompokan menjadi 3 surat, 5 surat, 7 surat, 9 surat, 11 surat, dan wirid mufashal dari surat qaaf hingga khatam ( al Qur an)". (HR. Ahmad).

Jadi mereka membagi wiridnya sebagai berikut:

- Hari pertama: membaca surat "al fatihah" hingga akhir surat "an-nisa",

- Hari kedua: dari surat "al maidah" hingga akhir surat "at-taubah",

- Hari ketiga: dari surat "yunus" hingga akhir surat "an-nahl",

- Hari keempat: dari surat "al isra" hingga akhir surat "al furqan",

- Hari kelima: dari surat "asy syu'ara" hingga akhir surat "yaasin",

- Hari keenam: dari surat "ash-shafat" hingga akhir surat "al hujurat",

- Hari ketujuh: dari surat "qaaf" hingga akhir surat "an-naas".

Para ulama menyingkat wirid nabi dengan al-Qur an menjadi kata: " Fami bisyauqin ( فمي بشوق ) ", dari masing-masing huruf tersebut menjadi symbol dari surat yang dijadikan wirid Nabi pada setiap harinya maka:

- huruf "fa" symbol dari surat "al fatihah", sebagai awal wirid beliau hari pertama,

- huruf "mim" symbol dari surat "al maidah", sebagai awal wirid beliau hari kedua,

- huruf "ya" symbol dari surat "yunus", sebagai wirid beliau hari ketiga,

- huruf "ba" symbol dari surat "bani israil (nama lain dari surat al isra)", sebagai wirid beliau hari keempat,

- huruf "syin" symbol dari surat "asy syu'ara", sebagai awal wirid beliau hari kelima,

- huruf "wau" symbol dari surat "wa shafaat", sebagai awal wirid beliau hari keenam,

- huruf "qaaf" symbol dari surat "qaaf", sebagai awal wirid beliau hari ketujuh hingga akhir surat "an-nas".

Adapun pembagian hizib yang ada pada al-qur an sekarang ini tidak lain adalah buatan Hajjaj bin Yusuf.

- BAGAIMANA CARA MEMBEDAKAN ANTARA BACAAN YANG MUTASYABIH (MIRIP) DALAM AL-QUR AN?

Cara terbaik untuk membedakan antara bacaan yang hampir sama (mutasyabih) adalah dengan cara membuka mushaf lalu bandingkan antara kedua ayat tersebut dan cermatilah perbedaan antara keduanya, kemudian buatlah tanda yang bisa untuk membedakan antara keduanya, dan ketika anda melakukan murajaah hafalan perhatikan perbedaan tersebut dan ulangilah secara terus menerus sehingga anda bisa mengingatnya dengan baik dan hafalan anda menjadi kuat (mutqin).

- KAIDAH DAN KETENTUAN MENGHAFAL:

1- Anda harus menghafal melalui seorang guru atau syekh yang bisa membenarkan bacaan anda jika salah.

2- Hafalkanlah setiap hari sebanyak 2 halaman, 1 halaman setelah subuh dan 1 halaman setelah ashar atau maghrib, dengan cara ini insya Allah anda akan bisa menghafal al-qur an secara mutqin dalam kurun waktu satu tahun, akan tetapi jika anda memperbanyak kapasitas hafalan setiap harinya maka anda akan sulit untuk menjaga dan memantapkannya, sehingga hafalan anda akan menjadi lemah dan banyak yang dilupakan.

3- Hafalkanlah mulai dari surat an-nas hingga surat al baqarah (membalik urutan al Qur an), karena hal itu lebih mudah.

4- Dalam menghafal hendaknya menggunakan satu mushaf tertentu baik dalam cetakan maupun bentuknya, hal itu agar lebih mudah untuk menguatkan hafalan dan agar lebih mudah mengingat setiap ayatnya serta permulaan dan akhir setiap halamannya.

5- Setiap yang menghafalkan al-quran pada 2 tahun pertama biasanya akan mudah hilang apa yang telah ia hafalkan, masa ini disebut masa "tajmi'" (pengumpulan hafalan), maka jangan bersedih karena sulitnya mengulang atau banyak kelirunya dalam hafalan, ini merupakan masa cobaan bagi para penghafal al-qur an, dan ini adalah masa yang rentan dan bisa menjadi pintu syetan untuk menggoda dan berusaha untuk menghentikan dari menghafal, maka jangan pedulikan godaannya dan teruslah menghafal, karena meghafal al-quran merupakan harta yang sangat berharga dan tidak tidak diberikan kecuali kepada orag yang dikaruniai Allah swt, akhirnya kita memohon kepada-Nya agar termasuk menjadi hamba-hamba-Nya yang diberi taufiq untuk menghafal dan mengamalkan kitabNya dan mengikuti sunnah nabi-Nya dalam kehidupan yang fana ini. Amin ya rabal 'alamin.

> Sumber: islamhouse.com
http://myquran.org/forum/index.php/topic,42003.0.html